The Little Einstein

Diposting oleh mutia febriana , Minggu, 24 Juli 2011 14.46.00

     Kasus 1 :   Surat yang semena - mena

    Sabtu pagi, Alicia, Alex, Carlos, Ray, dan Will, atau lebih sering disebut The Little Einstein, sedang bersantai sambil menikmati novel misterinya di markas mereka - rumah pohon besar yang mereka buat sendiri yang melibatkan 5 pohon besar dan memanfaatkan kayu dari 3 pohon yang besar juga.
"Kapan ya, kita bisa mendapat kasus seperti yang ada dalam novel ini?" gumam Alex sendiri.
"Memangnya kita itu kelompok detektif?" balas Will sambil menyipitkan matanya untuk membaca tulisan kecil di novelnya, yang bertuliskan: Percayalah dengan apa yang kau perbuat selama itu tidak melanggar sesuatu.
     "Sudah yuk, pulang saja. Atau main kemana." usul Carlos. "Kalau begitu, kerumah Ray saja!" seru Alex. "Hah? Mengapa aku?" tanya Ray. Alicia masih serius dengan novelnya, begitu juga Will. Alex lalu mengambil novel milik Alicia dan Will yang sedang mereka baca. Saking kesalnya, Alex menerima pukulan tinju yang ringan dari Will. Lalu mereka jatuh berguling - guling di atas jembatan penghubung antara pohon dengan pohon lainnya yang di buat dengan tali tambang dan dilengkapi dengan simpul - simpul kuat. Alicia hanya menunggu kembalinya Alex lalu merebut novelnya kembali.
     10 menit kemudian, Will dan Alex kembali dengan baju yang berlumuran lumpur.
"Hei, di sana ada lautan lumpur!" seru Alex.
"Memangnya siapa yang mau ke sana!? Sudahlah, dari pada tambah kotor lagi, pulang saja." ujar Alicia. "Kerumah Ray, ya?" tanya Alex. Semua menoleh padanya.
"Jika di rumahku, tidak ada pembersihan badan gratis, ya." jawab Ray sambil membetulkan kacamatanya yang merosot.
"Ya sudahlah, kalau begitu nanti jam 11 ke rumah Ray, ya!" seru Alex
"Oke!" seru Will, Carlos dan Alicia serempak, Ray hanya pasrah.
     Hampir jam 11, Ray menunggu teman - temannya. Walau ia bilang tidak suka, tetapi sebenarnya ia sangat menunggu - nunggu.
Yang pertama datang Alex, lalu Carlos, Alicia, baru Will. Belum - belum Alex sudah memecahkan pot bunga di halamnnya. Lalu saat semua pecahan pot dikumpulkan, Alex punya ide bodoh, yaitu menyusunnya kembali.
"Ini bukan puzzle!!" seru Ray kesal.
"Ya sudah."
Mereka pun masuk ke rumah Ray.
     Lagi - lagi, Alex membuat masalah dengan mengacak - acak tumpukan kertas di rumahnya. Katanya kertas pelajaran. Lalu Will dan Carlos tambah mengacak - acak ketika kertas yang masih tersisa jatuh dari atas lemari. Mereka bertiga (Alex, Carlos dan Will) bersorak - sorak.
"Ya ampun. Padahal sudah kelas 7, kelakuan masih seperti balita." gumam Alicia.
    Daniel Ristcooter, kakak Ray, mendobrak pintu ruang tamu lalu menutupnya dengan membatingnya. Dan pada saat ia berbalik, ia terkejut setengah mati oleh kertas - kertas berceceran di rumahnya. Oh, tidak, mungkin lebih tepatnya terkejut oleh Alex, Carlos dan Will yang sedang mandi kertas, begitu mereka menyebutnya.
"Oh, ya ampun! Apa itu!!????" serunya.
"Ngg, ini bukan aku..." desah Ray.
"Tidak! Bukan! Tapi itu!!" Ia menunjuk ke arah Alex, Carlos dan Will.
"Masa kecil Kurang Bahagia..." gumam Alicia.
"Sudah! Tidak usah pedulikan mereka!" seru Ray kesal.
"Yee...siapa juga yang pedulikan mereka... Aku hanya mau tanya, apakah kalian tahu tentang isi surat yang semena - mena di Apartement milik Tuan Marthin?" tanya Daniel.
"Surat yang semena - mena??" ucap kelimanya. Alicia dan Ray menoleh kesal ke arah Alex, Carlos dan Will.
"Ya." jawab Daniel. Kelimanya menggeleng. "Baiklah kalau begitu, aku harus kembali lagi ke Kampus." ujar Daniel.
"Surat yang semena - mena?"
"Kesana saja yuk."
   Saat di sana, Mereka berlima menanyakan kamar orang yang dikirimi surat yang semena - mena, Tuan Henry. Kamar 25 lantai 5.
"Pakai lift, lalu ke kanan." ingat Will. Saat sudah di depan pintunya, bersama, mereka mengetuk pintunya keras - keras. Sehingga menimbulkan bunyi yang tidak enak didengar. Seseorang membukanya, Tuan Henry.
"Ada perlu apa?" tanyanya sinis.
"Ngg...anu...kami...i-i-ingin bertanyaa...t-tentang apa...isi s-s-s-surat yanggg semena - mena itu..." jelas berlima sambil terbata - bata.
"Mungkin kami bisa membantu." perjelas Carlos. Tanpa terbata.
"Kalian hanya anak kecil! Tidak tahu apa - apa! Jangan suka ikut campur urusan orang lain!!" serunya sambil membanting pintu.
   "Apa - apaan orang itu! Dibantu tidak mau! Sombong sekali!!" seru Alex. Lalu berlimanya kembali ke rumah Ray, dan kakak Ray sudah pulang.
"Dari mana kalian?" tanyanya.
Tidak ada yang berani menjawab. Dan setelah telinga mereka panas dengan pertanyannya, barulah Ray menjawab, "Dari kamar orang yang bernama Henry, tahu kan, yang di Apertement itu. Aku bersyukur tidak tinggal di Apertement itu, kalau tidak, aku akan sekarat menghadapi orang seperti itu."
"APA!!!!?????!!!!!!!!!!!!!" seru Daniel.
"Dapat informasi apa saja kalian?" tanyanya langsung.
Kelimanya terlonjak kaget, dikira bakal dimarahi.
"Yah..., setidaknya kami mendapatkan 1 informasi... ANAK - ANAK TIDAK BOLEH IKUT CAMPUR URUSAN ORANG LAIN! Menyebalkan!!" seru Carlos dan Alex memperkeras di bagian "Anak - anak tidak boleh ikut campur urusan orang lain".
"Lalu?"
"Kita diusir!" seru Will.
"Jadi kami mohon, kaulah yang bertanya." pinta Ray kepada kakanya.
"Apa! AKU!????!!!"
"Ya, kami mohon..." kelimanya menunjukan wajah memelas yang SANGAT PALSU.
"Bagaimana mungkin?"
"Yah, kaulakukan apa saja yang kiranya dapat mempermudah." saran Ray.
"Baiklah, nanti, nanti. 1 lawan 5." gerutu Daniel
Kelimanya menunjukan senyum kecil.
    Sekitar 15 menit setelah itu, kelimanya memaksa Daniel untuk mencari tahu.
"Ayo, dong..." pinta Alex.
"Dasar...Memang apa saja yang harus kulakukan di sana?" tanya Daniel cemberut.
"Kau harus menanyakan siapa saja tersangkanya, dan juga mencatat segala percakapan yang kau dengar. Walau itu tidak penting sedikit pun." jelas Ray.
"Tahu dari mana kau?" tanya Daniel.
"Kami kan' pintar." solot Alex.
"Dari novel." bantah Carlos.
   5 menit kemudian Daniel berangkat. Ia menitipkan rumah kepada 5 anak itu termasuk adiknya sendiri dengan jaminan 5 pizza ukuran extra besar. Dan 5 lasagna ukuran jumbo kalau kelimanya berhasil memecahkan kasus.
   Bel pintu kamar Henry berbunyi. Dan seseorang membukanya, Tuan Henry sendiri.
"Siapa kau?" tanyanya ketika melihat Daniel di depannya.
"Saya...Daniel Ritscooter...mungkin, saya dapat membantu masalah anda..." jawab Daniel. Henry lalu keluar melongo dari pintunya. Melihat ke kanan dan kiri. Memastikan ada yang melihat atau tidak.
   Lalu Daniel ditariknya masuk.
"Kau tahu itu surat apa?" tanya Henry ketika sudah menutup pintu. Daniel menggeleng.
"Itu surat kaleng..." ucap Henry. Daniel mengangguk lalu mencatatnya.
"Kau tahu tidak sih?" tanya Henry. Daniel menggeleng.
"Siapa saja yang anda curigai?" tanya Daniel.
"Pertama, Tuan Rowley. Orang yang sangat membenciku. Dan Tuan Roberts, sahabatku yang suka blak-blakan." jawab Henry. Daniel mencatatnya.
"Ada lagi?" tanya Daniel.
"Ada..." lanjut Henry. "Siapa?" tanya Daniel. "Tuan Leuwist. Orang yang sangat sederhana. Tapi dia tidak terlalu mencurigakan." ujar Henry. Daniel mencatat.
"Baiklah. Sekarang kita ke tempat 3 orang itu." ajak Daniel.
    Pertama Tuan Rowley. Ketika pintu sudah dibuka, keluarlah seorang yang sangat besar dan matanya merah.
"Ada perlu apa?" tanyanya. Suaranya terdengar berat.
"Ngg...apa kau mengirimku sebuah surat?" tanya Henry. Daniel mencatatnya.
"Surat apa? Aku tidak pernah mengirimmu surat! Takkan pernah!" seru Rowley membanting pintu. Daniel mencatatnya. "Dia memang seperti itu." ujar Henry.
    Mereka sampai di depan pintu kamar Tuan Roberts. Pintu dibuka dan keluarlah ia. Langsung menyambut baik Daniel dan Henry. Sempat berpelukan dengan Henry. Daniel mencatatnya.
Mereka disuguhkan secangkir teh. (total 3 cangkir dengan Roberts sendiri). Daniel mencatatnya.
"Robets, apa kau tahu pengirim surat semena - mena itu padaku?" tanya Henry. Daniel mencatatnya.
"Surat?" gumam Roberts. Daniel mencatatnya. "Itu berarti anda menuding suami saya sebagai pelakunya, kan?! Kami tidak ada hubungan sedikit pun dengan suratmu itu! Pergi!" usir Nyonya Roberts yang tiba - tiba keluar. Daniel mencatatnya. Daniel, Henry, sekaligus Roberts terkejut. Daniel dan Henry pun benar - benar diusir.
   "Sekarang, Tuan Leuwist." ucap Daniel.

    ***
"Tuan Henry? Ada perlu apa? Siapa yang bersamamu itu?" tanya Leuwist dengan senyum ramah. Daniel mencatatnya.
"Oh, dia. Keponakanku." jawab Henry berbohong. "Tuan...Leuwist, aku ingin membicarakan surat semena - mena itu denganmu." ujar Henry. Daniel mencatatnya.
"Apa yang ingin kau bicarakan tentang surat kaleng itu?" tanya tuan Leuwist sopan. Daniel mencatatnya.
"Apa kau tahu siapa  pengirimnya?" tanya Henry. Daniel mencatatnya.
"Sayang sekali  tidak." jawab Tuan Leuwist. Daniel mencatatnya.
"Oh. Baiklah. Terima kasih." jawab Tuan Henry.
   Sesampainya di kamar Henry, Daniel pamit. Ia bilang akan menghubnginya jika ia punya pendapat tentang kasus ini. 
***
   Setengah jam kemudian, Daniel sampai di rumahnya. Begitu ia melihat rumahnya, ia langsung pucat pasi! Karena ia akan membeli 5 pizza ukuran extra besar!
"Bagaimana?" tanya Ray. 
"Ini." jawab Daniel sambil menyerahkan catatannya. Kelima sekawan itu membacanya.
   5 menit kemudian, kelimanya mengangkat kepala. Daniel menatap mereka. 
"Kami tahu." jawab kelimanya serempak.
"Siapa?" tanya Daniel tak sabar.
"Tuan Leuwist!" teriak kelimanya. Daniel menganga.
"Kukira Tuan Rowley. Memang apa kesalahan Tuan Leuwist?" tanya Daniel.
"Duh, kuliah di Hardvard dan pernah berkunjung ke Oxford tidak tahu apa - apa. Bagaimana sih?" ejek Alex.
"Tuan Leuwist mengatakan apa yang belum Tuan Henry katakan." jawab Carlos. Daniel mengangguk lalu menghubungi Tuan Henry. Ternyata benar, Tuan Leuwist. Dan tak lupa memberi tahu kalau yang memecahkan kasusnya adalah 5 anak yang sempat ia usir tadi siang. 
"Satu kasus selesai!" seru Alex.
Daniel frustasi memikirkan biaya yang akan dikeluarkannya untuk membeli 5 pizza ukuran extra besar dan juga 5 lasagna ukuran jumbo.

Draw

Diposting oleh mutia febriana , 13.54.00